PENGERTIAN, NAMA, KANDUNGAN, DAN HAL-HAL YANG
TERKAIT DENGAN AL- QUR’AN SERTA KAIDAH TAFSIR
MAKALAH
DisusunUntukMemenuhiTugas
Mata Kuliah : ULUMUL QUR’AN
Dosen Pengampu : Dr.Hj.Yuyun Aff;Lc.MA
DisusunOleh :
GhoyatulQoshwa 1401036001
RizaFadli 1401036002
Ahmad Jazuli 1401036003
Riska Dewi Khoiun Nisa’ 1401036004
M.Ressi Wicaksana 1401036005
Nur Kholidah 1401036006
FAKULTAS
DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kalammullah yang menjadi sumber utama
bagi kaum muslimin yang merupakan sumber dari segala sumber pedoman bagi umat
muslimin. Oleh karena itu wajib bagi kita agar mengerti dan memahami lebih
mendalam dan lebih luas tentang Al-Qur’an mulai dari pengertian, nama-nama
Al-Qur’an, kandungan Al-Qur’an dan Hal-hal yang berkaitan dengan Al-Qur’an.
Oleh sebab itu dengandisusunnya makalah ini kita akan mempelajari lebih dalam
tentang Al-Qur’an.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa definisi Al-Qur’an secara Etimologi dan
Terminologi ?
2. Apa saja nama-nama lain dari Al-Qur’an dan
kandungannya ?
3. Apa saja hal-hal yang terkait dalam Al-qur’an
?
PEMBAHASAN
I.
Pengertian Al-Qur’an
I.
Pengertian Al-Qur’an Secara Etimologi (Bahasa).
Para Ulama’ telah berbeda pendapat di dalam
menjelaskan kata Al-Qur’an dari sisi : derivasi (Isytiqaq), cara melafalkan
(apakah memakai hamzah atau tidak), dan apakah ia merupakan kata sifat atau
kata jadian. Para ulama’ yang mengatakan bahwa cara melafalkannya menggunakan
hamzah pun telah terpecah menjadi dua pendapat:
a) Al-Lihyani, berkata bahwa Al-Qur’an merupakan
kata jadian dari kata dasar “Qara’ah” (membaca) sebagaimana kata rujhan dan
ghufran. Kata jadian ini kemudian dijadikan sebagai nama bagi firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi kita, Muhammad SAW. Penamaan ini masuk ke dalam kategori
“tasmiyah al-maf’ul bi al-mashdar” (penamaan isim maf’uldengan isim masdar).
Mereka merujuk firman Allah pada surat Al-Qiyamah [75] ayat 17-18:
فاذا قرأنه فاتبع قرأنه [القيامة :َ 17-18] .ان
علينا جمعه وقرانه
b) Al-Zujaj, menjelaskan bahwa kata “Al-Qur’an”
merupakan kata sifat yang berasal dari kata dasar “
al-qar’ ” [القرأ] yang artinya
menghimpun.
Para ulama’ yang mengatakan bahwa cara melafalkan kata
“Al-Qur’an” dengan tidak menggunakan hamzah pun telah terpecah menjadi dua
pendapat:
a. Al-Asy’ari mengatakan bahwa kata Al-Qur’an
diambil dari kata kerja “qarana” (menyertakan) karena Al-Qur’an
menyertakansurat, ayat, dan huruf-huruf.
b. Al-Farra’ menjelaskan bahwa kata Al-Qur’an
diambil dari kata dasar “qara’in” (penguat) karena Al-Qur’an terdiri dari
ayat-ayat yang saling menguatkan, dan trdapat kemiripan antara satu ayat dan
ayat-ayat lainnya.[1]
Pendapat lain bahwa Al-Qur’an sudah merupakan
sebuah nama personal (al-‘alam asy-syakhsy), bukan merupakan derivasi, bagi
kitab yang telah diturunkan kepada Muhammad SAW.[2]
Para Ulama’ telah menjelaskan bahwa penamaan
itu menunjukkan bahwa Al-Qur’an telah menghimpun intisari kitab-kitab Allah
yang lain, bahkan seluruh ilmu yang ada. Hal itu sebagaimana telah diisyaratkan
oleh firman Allah surat An-Nahl [16]:89 dan surat Al-An’am [6]:38;
ونزلنا عليك الكتاب تبيانا لكل شيئ [النحل : 89]
“Dan kami
turunkan kepadamu Al-kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu.”
(QS.An-Nahl: 89)
مافرطنا في الكتاب من شيئ [الانعام : 38]
“Tiadalah kami alpakan sesuatu pun di dalam
Al-kitab.” (QS. Al-An’am:38)
Definisi Al-Qur’an adalah:
كلام الله علي نبيه (محمد) ص.م. المعجز بتلاوته
المنقول بالتواتر, المكتوب في المصالف من اول سورة الفاتحة الي اخر سورة الناس.
Artinya : Kalam Allah yang diturunkan kepada
nabinya, Muhammad, yang lafadz-lafadznya mengandung mukjizat, membacanya
mempunyai nilai ibadah, yang diturunkan secara mutawatir, dan yang di tulis
pada mushaf, mulai dari awal surat Al-Fatihah sampai akhir surat An-Nas.
1) . Menurut
Manna’ Al-Qaththan.
كلام الله المنزل علي محمد ص.م. المتعبد
بتلاوته.
Artinya: Kitab Allah yang diturukan kepada
nabi Muhammad SAW. Dan membacanya memperoleh pahala.
2) . Menurut Abu Syahbah
هو المنزل علي الرسول المكتوب في المصاحف
المنقول عته نقلا متواترا بلا شهبة .
II.
Nama-nama lain dari Al-Qur’an dan kandungannya
Terdapat beberapa pendapat mengenai nama bagi
Al-Qur’an, antara lain :
1) Assayuthi dalam buku Al-Itqaan mengemukakan 55
nama.
2) Abu Hasan Harali mengemukakan lebih dari 90
nama.
3) DR. Subhi mengatakan mengenai hal ini, bahwa
sebagian ulama berlebih-lebihan menghitung nama-nama itu, karena mereka
mencampurkan nama dengan sifatnya.
Adapun namanya
yang terdapat di dalam Al-Qur’an, antara lain :
` 1. Al-Furqaan :
Terdapat dalam surat al-furqaan : 1 , yaitu :
تبارك الذي نزل الفرقان على عبده ليكون للعالمين
نذيرا. (الفرقان :1) Artinya : Maha berkah
Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan kepada hambanya untuk jadi pemberi
peringatan bagi seluruh alam. (QS.Al-Furqaan : 1).
2.
Tibyaanan
3.
Hudan
4.
Busyra
5.
Addzikru
6.
Rahmatan
7.
Ad dzikru[3]
II.
Kaidah dalam Al-Qur’an
Pendapat bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang
komplit lagi sempurna dan mencakup segala-galanya termasuk sistem hidup
kemasyarakatan manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi modern, timbul dari
ayat-ayat Al-Qur’an sendiri yang salah satu penafsirannya dapat membawa
pengertian demikian. Di
dalam surat Al-Maidah ayat 3 disebutkan bahwa agama yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW telah disempurnakan Allah SWT. Ayat lain dalam surat al-An’aam
mengatakan, suatupun dalam Kitab tidak dilupakan Tuhan. Sedangkan suatu ayat
lagi dalam surat Al-Nahl menjelaskan bahwa Kitab diturunkan untuk segala sesuatu dan petunjuk, rahmat dan
berita gembira bagi orang-orang Muslim.
Jika diperhatikan kandungan Al-Qur’an sendiri akan terlihat bahwa
klasifikasi ayat-ayat dan perincian yang terdapat di dalamnya tidak menyokong
pendapat di atas. Dalam Al-Qur’an telah disepakati bahwa 86 dari jumlah 114
surat di dalam Al-Qur’an merupakan surat Makkiyah. Sebagai diketahui ayat-ayat
Makkiyah, yang merupakan tiga perempat dari isi Al-Quran pada umumnya
mengandung keterangan dan penjelasan tentang keimanan, perbuatan baik serta
jahat, pahala bagi orang yang beriman dan berbuat baik, dll. Sedangkan 38 surat
merupakan surat Madaniah. Sebahgaimana dijelaskan bahwa Surat Madaniah adalah
ayat yang diturunkan di Medinah dan hal yang dibicarakan bersangkutan dengan
hidup kemasyarakatan manusia. Karena di periode Madinah lah Islam merupakan
negara yang sudah mempunyai daerah, rakyat,pemerintahan angkatan militer dan
lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Di periode Mekah umat Islam belum
sanggup membentuk masyarakat teratur, karena senantiasa mendapat tantangan dan
tekanan keras dari golongan pedagang yang memegang kekuasaan di kota itu.
Menurut perkiraan
ahli hanya kurang lebih 500 ayat dari seluruh ayat Al-Quran yeng mengandung
ketentuan tentang iman, ibadat dan hidup kemasyarakatan. Tetapi tidak menyebut
soal keuangan, perindustrian, pertanian dan sebagainya. Juga tidak dijelaskan
sistem perekonomian yang harus dilaksanakan umat Islam. Yang dijelaskan ialah
ketentuan yang harus dipatuhi umat Islam dalam mengatur hidup perekonomian.
Dengan demikian kurang tepat jika dikatakan bahwa Al-Quran menjelaskan sistem
kenegaraan, sistem perekonomian, sistem keuangan, sistem hidup kamasyarakatan,
perindustrian, pertanian dan sebagaianya yang harus dilaksanakan umat Islam.
Al-Quran tidak banyak membicarakan soal hidup kemasyarakatan
manusia karena soal hidup kemsayarakatn manusia lebih banyak diserahkan Tuhan
kepada akal manusia untuk mengaturnya. Yang diberikan Tuhan adalah dasar dan
patokannya saja. Dengan cara demikianlah timbul sistem pemerintahan Islam,
sistem ekonomi Islam, sistem keuangan Islam, masyarakat Islam dan sebagainya.
Adapun mengenai ilmu pengetahuan, fenomena natur memamng disinggung
oleh ayat-ayat Al-Quran. Yang dikenal dengan nama al-ayat al-kawniah. Pada
dasarnya ayat kawniah menganung dorongan pada manusia untuk memperhatikan dan
memikirkan alam sekitarnya. Dengan itu manusi akan sampai kepada kesimpulan
bahwa kejadian itu tidaklah timbul begitu saja tetapi diciptakan dan digerakkan
oleh suatu zat yang berada di balik alam materi ini yaitu Allah Sang Maha
Pencipta dan Penggerak alam semesta. Demikian pula hal nya dengan tekhnologi,.[4]
4) Hal-hal yang terkait dalam Al-qur’an
a. Wahyu
Menurut
bahasa, ialah memberitahukan sesuatu
dengan cara samar dan cepat. Sedangkan menurut istilah, wahyu adalah
pemberitahuan Tuhan kepada Nabi-Nya tentang hukum-hukum Tuhan, berita-berita
dan cerita-cerita dengan cara yang samar, tetapi meyakinkan kepada Nabi/Rosul
yang bersangkutan, bahwa apa yang diterimanya adalah benar-benar dari Allah
sendiri.
Penjelasan secara
samar dan sekilas tentang penyebutan “Wahyu” itu tidak jauh maknanya dari
pengertian bahasa yang ada pada akar kata wahyu dan iihaa
(mewahyukan). Diantara maknanya ialah ilham fitriyah (naluriyah) bagi
manusia.
“Dan kami wahyukan
(ilhamkan) kepada ibu Musa; "Susuilah Dia, dan apabila kamu khawatir
terhadapnya Maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). dan janganlah kamu khawatir
dan janganlah (pula) bersedih hati, Karena Sesungguhnya kami akan
mengembalikannya kepadamu, dan men- jadikannya (salah seorang) dari para
rasul”.(al-Qashash:7)
Ada juga
makna wahyu yang berupa isyarat dalam bentuk lambang dan petunjuk, yaitu
sebagaimana firman Allah mengenai Nabi Zakariya AS.:
“Maka ia (Nabi Zakariya) keluar dari
mihrab menuju kaumnya, lalu mewahyukan (yakni memberi isyarat) kepada mereka:
hendaklah kalian bertasbih pagi dan sore”. (Maryam, 11).
Kata “wahyu” juga digunakan oleh penyair, misalnya:
Ia kupandang sekilas sehingga aku terpesona beberapa
detik memikirkan keindahan sifatnya. Kepadanya mataku mewahyukan
(mengisyaratkan) kecintaanku sehingga wahya ( isyarat) itu membekas pada
pipinya.
Bisikan syetan dan rayuannya mengajak manusia berbuat kejahatan
pun oleh Al-Qur’an dijelaskan dengan menggunakan lafadz “wahyu”
“Dan Demikianlah kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu
musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin,
sebahagian mereka saling mewahyukan (membisikkan) kepada sebahagian yang lain
perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (al-An’am:112)
Lafadz wahyu juga digunakan untuk menyebut firman
Allah yang berupa perintah pada para malaikat supaya mereka melaksanakannya
seketika itu juga.
“(ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para
malaikat: "Sesungguhnya Aku bersama kamu, Maka teguhkan (pendirian)
orang-orang yang Telah beriman". (al-Anfaal:12).
Allah telah
menerangkan dalam al-Qur’an tentang cara pemberitahuan yang dikehendaki Tuhan
kepada Nabi-Nya.
“Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah
berkata-kata dengan Dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir
atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan
seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha
Bijaksana.”
Berdasarkan ayat tersebut, maka wahyu itu ada tiga
macam :
1) Pemberitahuan
Tuhan dengan cara ilham tanpa perantaraan.
2) Mendengar
firman Allah dibalik tabir.
3) Penyampaian
wahyu Tuhan dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. yang
didalam
al-Qur’an di sebut “al-Ruhul Amin”. Ini ada dua macam yaitu :
a)
Nabi dapat melihat kehadiran Malaikat
Jibril a.s., dan dalam hal ini ada dua macam pula, yakni
Pertama :
Malaikat Jibril a.s. dilihat dalam bentuknya yang asli, tetapi ini jarang
sekali terjadi.
Kedua
: Malaikat Jibril a.s. menjelma sebagai manusia. Dia juga pernah
menjelma sebagi seorang laki-laki bernama Dahyah bin Khalifah.
b)
Nabi tak melihat Malaikat Jibril ketika
menerima wahyu, tetapi beliau mendengar pada waktu kedatangan malaikat itu
suaranya seperti suara lebah atau gemerincingbel
b.
Perbedaan al-Qur’an dengan Hadits dan Hadits Qudsi
wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad
itu ada dua macam, al-Qur’an dan Hadits-hadits Nabi.
Adapun
perbedaan antara ketiganya adalah sebagai berikut :
a). Perbedaan antara al-Qur’an dengan Hadits
Al – Qur’an
|
Hadist
|
Hadist qudsi
|
1)Al-Qur’an diturunkan
dengan bahasa dan maknanya dariAllah
|
1)Hadits diturunkan dengan
maknanya saja dari Allah, sedangkan lafdznya dari Nabi.
|
1) Hadist qudsi adalah sesuatu
yang di kehendaki allah untuk disampaikan dengan jalan melalui ilham atau
mimpi.
|
2)Al-Qur’an tidak boleh
diriwayatkan dengan maknanya saja, sebab dapat mengurangi atau menghilangkan
mukjizat al-Qur’an sendiri.
|
2)Hadits boleh
diriwayatkan dengan maksudnya saja.
Sebab yang terpenting dalam
|
2) hadits qudsi adalah
penyampaian maksudnya.
|
3)Al-Qur’an, baik lafadz
maupun maknanya merupakan mukjizat.
|
3)Hadits bukan merupakan mukjizat.
|
3). Hadist qudsi sama seperti hadist
biasa yakni bukan mukjizat.
|
4)Al-Qur’an diperintahkan
untuk dibaca, baik pada waktu sholat atau diluar sholat sebagai ibadah, baik
orang yang membacanya itu mengerti maksudnya atau tidak.
|
4) Hadits tidak
diperintahkan untuk dibaca sebagai ibadah. Yang terpenting dalam hadits
adalah untuk dipahami, dihayati, dan diamalkan.
|
4). Hadist qudsi sama
seperti hadist biasa yakni tidak di perintahkan di baca sebagai ibadah tapi
untuk di pahami , di hayati dan di amalkan.
|
5)Al-Qur’an diturunkan
kepada Nabi dalam keadaan sadar.
|
5)Hadits diturunkan dengan
bermacam-macam cara, sebagaimana diterangkan dalam surat al-Syura: 51
|
|
c. I’jazul Qur’an
Mukjizat, menurut
imam As-Suyuti dalam bukunya al- Itqan Fi Ulumil Qur’an adalah sesuatu di luar
kebiasaan yang disertai dengan adanya tantangan. Sedangkan menurut Dr. Muhammad Quraish Shihab, sesuatu
dinamakan mukjizat apabila memenuhi empat unsyur, yaitu :
1) Suatu hal
yang ada diluar kebiasaan.
2) Nampak
pada diri seorang Nabi.
3) Disertai
dengan adanya tantangan.
4) Sesuatu
yang tidak sanggup ditantang orang.
Mukjizat al-Qur’an dapat dilihat dari dua segi :
1. Dari segi bahasa, ulama sepakat bahwa al-Qur’an
memiliki uslub (gaya bahasa) yang
tinggi, fasahah (ungkapan kata yang jelas), dan balaghah
(kepasihan lidah) yang dapat mempengaruhi jiwa pembacanya dan yang
mendengarkannya yang mempunyai rasa bahasa arab yang tinggi.
Selain dari pada itu, al-Qur’an, dimana
orang arab lumpuh untuk menandinginya itu, sebenarnya tidak keluar dari
aturan-aturan kalam mereka, baik lafazd, huruf maupun redaksinya.
Tetapi al-Qur’an memiliki jalinan huruf-huruf yang serasi, ungkapannya indah,
redaksinya simpatik, ayat-ayatnya teratur, serta memperhatikan situasi dan
kondisi dalam berbagai macam bayannya, baik dalam jumlah ismiyah dan fi’liyahnya,
dalam nafi’ dan isbatnya, dalam dzikr dan hadzfnya
dalam tankir dan ta’rifnya, dalam taqdim dan takhirnya,
dalam ithnab dan ijaznya, dalam umum dan khususnya,
dalam mantuq dan mafhumnya, dalam nash dan fahwanya maupun
dalam hal lainnya.
2. Dari segi kandungan isi, mukjizat al-Qur’an dapat
dilihat dari tiga aspek :
a. Merupakan isyarat ilmiah.
b. Merupakan sumber hukum.
c. Menerangkan suatu ibrah (teladan) dan kabar gaib, baik
yang terjadi pada masa lalu, sekarang maupun yang akan datang.
d. Mutawattir
Al-Qur’an adalah yang telah dinukilkan
secara mutawattir dari generasi ke generasi hingga terjaga keabsahan dan
kemurniannya. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah saw: "Sesungguhnya
Kamilah yang telah menurunkan Zikr[Al-Qur'an] dan Kami pula yang senantiasa
menjaganya.
Mutawatir
menurut bahasa berasal dari kata al-Witr alias yang bersambung, dan menurut
istilah fiqih Mutawatir adalah : hal yang dinukilkan dari sekelompok /generasi
ke kelompok/ generasi lain yang tidak ada kemungkinan kerjasama antara mereka
untuk menukilkan suatu kebohongan atau pendustaan. Hal-hal yang berasal dari
sumber mutawatir merupakan hal yang telah terjamin keabsahan dan kemurniannya.
Macam-macam mutawatir adalah:
(a) mutawatir dari Sejak diterima oleh
rasulullah saw hingga menyampaikannya tanpa melebihi ataupun mengurangi dari
padanya
(b) mutawatir secara tilawahnya, alias
dari sejak para sahabat menerima tilawahnya dari rasulullah saw ketika
menyampaikannya hingga saat ini dinukilkan dari generasi ke generasi tanpa
melebihi ataupun mengurangi
(c) qur'an diturunkan dengan 7 macam
qira'at yang telah disampaikan rasulullah saw langsung dengan ketujuh macam
qira'at tersebut kepada 7 tujuh tempat dimana masing-masing memiliki penyebutan
huruf yang sedikit berbeda dengan tempat lain.hal demikian sebagaimana
diterangkan oleh rasulullah saw yaitu untuk memudahkan bagi hamba-hambaNya
dalam tilawah
(d) mutawatir dalam penukilannya sejak masa rasulullah
saw hingga dibukukan dalam satu mushaf yang kita kenal sekarang ini.
Hal-hal yang memudahkan kelangsungan dan mutawatirnya
al-qur'an yaitu:
1. Al-qur'an diturunkan secara
berangsur-angsur hingga memudahkan dalam proses pembukuannya
2. Wahyu yang diterima oleh rasulullah
langsung disampaikkannya kepada sahabatnya yang sedang berada dimajlis
bersamanya. Hal demikian memudahkan dalam penghapalan secara lisan
3. Pengulangan al-qur'an yang dilakukan oleh
rasulullah setiap tahunnya bersama malaikat jibril yaitu tepatnya pada bulan
ramadhan. Bahkan pada tahun kewafatan rasulullah saw beliau mengulang
hapalannya bersama malaikat jibril dua kali bukan sekali sebagaimana biasanya.
e. Bernilai ibadah
Membaca al-qur’an didalam ajaran islam
dinilai sebagai ibadah, orang yang membacanya dijanjikan pahala oleh Allah.
Adapun pahala orang yang membaca
al-Qur’an itu berbeda-beda. Menurut Ali bin Abu Thalib, pahala orang yang
membaca al-Qur’an didalam salat adalah 50 kebajikan untuk tiap-tiap hurufnya,
25 kebajikan untuk tiap-tiap huruf yang dibaca ketika sedang shalat tetapi,
dalam keadaan suci (mempunyai wudhu), mendapat 10 kebajikan untuk tiap-tiap
huruf yang dibaca diluar solat dan tidak mempunyai wudhu.
Pahala tidak hanya diberikan kepada
orang yang membacanya saja, namun bagi orang yang mendengarkannya pun
mendapatkan pahala di sisi Allah. Bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa
pahala yang di terima oleh orang yang mendengarkan itu sama dengan pahala orang
yang membacanya.[5]
C.KESIMPULAN
Definisi Al-Qur’an adalah: Kalam Allah yang diturunkan
kepada nabinya, Muhammad,yang lafadz-lafadznya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai
nilai ibadah, yang diturunkan secara mutawatir, dan yang di tulis pada mushaf,
mulai dari awal surat Al-Fatihah sampai akhir surat An-Nas.
Dr. Subhi mengatakan, bahwa sebagian ulama
berlebih-lebihan menghitung nama-nama itu, karena mereka mencampurkan nama
dengan sifatnya. Kandungan Al-Qur’an sendiri akan terlihat bahwa klasifikasi
ayat-ayat dan perincian yang terdapat di dalamnya tidak menyokong pendapat di
atas. Dalam Al-Qur’an
telah disepakati bahwa 86 dari jumlah 114 surat di dalam Al-Qur’an merupakan
surat Makkiyah. Sebagai diketahui ayat-ayat Makkiyah, yang merupakan tiga
perempat dari isi Al-Quran pada umumnya mengandung keterangan dan penjelasan
tentang keimanan, perbuatan baik serta jahat, pahala bagi orang yang beriman
dan berbuat baik. Hal-hal yang terkait dalam Al-qur’an : wahyu, Perbedaan
al-Qur’an dengan Hadits dan Hadits Qudsi, I’jazul
Qur’an, Mutawattir, dan Bernilai
ibadah.
D.PENUTUP
Demikian makalah kami, dengan
harpan dapat bermanfaat bagi semua pihak. Kami sadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran serta masukan yang
membangun senantiasa kami harapkan dan semoga kita bisa mengambil hikmah dan
pembelajaran kali ini. Amin.
E.DAFTAR PUSTAKA
Anwar Rosihon, Ulum Al-Quran.
Bandung: CV Pustaka Setia, 2013.
Gufron Muhammad dkk, Ulumul Qur’an, Yogyakarta : Sukses
Offset, 2013.
Syadali Ahmad, Ulumul Qur’an, Bandung : CV Pustaka
Setia, 2000.
[1] Rosihon Anwa, Ulu m
Al-Qur’an, (Bandung: cv pustaka setia, 2013.), hlm. 31-32.[1][1] Muhamm bin Muhammad Abu
Syahbah, Al-Madkhal li Dirasat Al-Qur’an Al-Karim, Maktabah As-sunnah, Kairo,
1992, hlm. 20.
[2][2] Muhamm bin Muhammad Abu
Syahbah, Al-Madkhal li Dirasat Al-Qur’an Al-Karim, Maktabah As-sunnah, Kairo,
1992, hlm. 20.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar