Senin, 21 November 2016

PENGERTIAN, NAMA, KANDUNGAN, DAN HAL-HAL YANG TERKAIT DENGAN AL-QUR’AN SERTA KAIDAH TAFSIR

PENGERTIAN, NAMA, KANDUNGAN, DAN HAL-HAL YANG TERKAIT DENGAN AL-QUR’AN SERTA KAIDAH TAFSIR
MAKALAH
DisusunUntukMemenuhiTugas
Mata Kuliah : ULUMUL QUR’AN
Dosen Pengampu : Dr.Hj.Yuyun Aff;Lc.MA







DisusunOleh :
GhoyatulQoshwa                             1401036001
RizaFadli                                          1401036002
Ahmad Jazuli                                   1401036003
Riska Dewi Khoiun Nisa’                1401036004
M.Ressi Wicaksana                          1401036005
Nur Kholidah                                   1401036006

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Al-Qur’an adalah kalammullah yang menjadi sumber utama bagi kaum muslimin yang merupakan sumber dari segala sumber pedoman bagi umat muslimin. Oleh karena itu wajib bagi kita agar mengerti dan memahami lebih mendalam dan lebih luas tentang Al-Qur’an mulai dari pengertian, nama-nama Al-Qur’an, kandungan Al-Qur’an dan Hal-hal yang berkaitan dengan Al-Qur’an. Oleh sebab itu dengandisusunnya makalah ini kita akan mempelajari lebih dalam tentang Al-Qur’an.

B.   Rumusan Masalah

1.      Apa definisi Al-Qur’an secara Etimologi dan Terminologi ?
2.      Apa saja nama-nama lain dari Al-Qur’an dan kandungannya ?
3.      Apa saja hal-hal yang terkait dalam Al-qur’an ?


























PEMBAHASAN

       I.            Pengertian Al-Qur’an

                   I.            Pengertian Al-Qur’an Secara Etimologi (Bahasa).

Para Ulama’ telah berbeda pendapat di dalam menjelaskan kata Al-Qur’an dari sisi : derivasi (Isytiqaq), cara melafalkan (apakah memakai hamzah atau tidak), dan apakah ia merupakan kata sifat atau kata jadian. Para ulama’ yang mengatakan bahwa cara melafalkannya menggunakan hamzah pun telah terpecah menjadi dua pendapat:
a)      Al-Lihyani, berkata bahwa Al-Qur’an merupakan kata jadian dari kata dasar “Qara’ah” (membaca) sebagaimana kata rujhan dan ghufran. Kata jadian ini kemudian dijadikan sebagai nama bagi firman Allah yang diturunkan kepada Nabi kita, Muhammad SAW. Penamaan ini masuk ke dalam kategori “tasmiyah al-maf’ul bi al-mashdar” (penamaan isim maf’uldengan isim masdar). Mereka merujuk firman Allah pada surat Al-Qiyamah [75] ayat 17-18:

فاذا قرأنه فاتبع قرأنه [القيامة :َ 17-18] .ان علينا جمعه وقرانه

b)      Al-Zujaj, menjelaskan bahwa kata “Al-Qur’an” merupakan kata sifat yang berasal dari kata dasar             “  al-qar’ ” [القرأ] yang artinya menghimpun.
Para ulama’ yang mengatakan bahwa cara melafalkan kata “Al-Qur’an” dengan tidak menggunakan hamzah pun telah terpecah menjadi dua pendapat:
a.       Al-Asy’ari mengatakan bahwa kata Al-Qur’an diambil dari kata kerja “qarana” (menyertakan) karena Al-Qur’an menyertakansurat, ayat, dan huruf-huruf.
b.      Al-Farra’ menjelaskan bahwa kata Al-Qur’an diambil dari kata dasar “qara’in” (penguat) karena Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat yang saling menguatkan, dan trdapat kemiripan antara satu ayat dan ayat-ayat lainnya.[1]

Pendapat lain bahwa Al-Qur’an sudah merupakan sebuah nama personal (al-‘alam asy-syakhsy), bukan merupakan derivasi, bagi kitab yang telah diturunkan kepada Muhammad SAW.[2]
Para Ulama’ telah menjelaskan bahwa penamaan itu menunjukkan bahwa Al-Qur’an telah menghimpun intisari kitab-kitab Allah yang lain, bahkan seluruh ilmu yang ada. Hal itu sebagaimana telah diisyaratkan oleh firman Allah surat An-Nahl [16]:89 dan surat Al-An’am [6]:38;
ونزلنا عليك الكتاب تبيانا لكل شيئ [النحل : 89]
“Dan kami turunkan kepadamu Al-kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu.” (QS.An-Nahl: 89)
مافرطنا في الكتاب من شيئ [الانعام : 38]
“Tiadalah kami alpakan sesuatu pun di dalam Al-kitab.” (QS. Al-An’am:38)
Definisi Al-Qur’an adalah:
كلام الله علي نبيه (محمد) ص.م. المعجز بتلاوته المنقول بالتواتر, المكتوب في المصالف من اول سورة الفاتحة الي اخر سورة الناس.

Artinya : Kalam Allah yang diturunkan kepada nabinya, Muhammad, yang lafadz-lafadznya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, yang diturunkan secara mutawatir, dan yang di tulis pada mushaf, mulai dari awal surat Al-Fatihah sampai akhir surat An-Nas.

1)      .     Menurut Manna’ Al-Qaththan.

كلام الله المنزل علي محمد ص.م. المتعبد بتلاوته.
Artinya: Kitab Allah yang diturukan kepada nabi Muhammad SAW. Dan membacanya memperoleh pahala.

2)      . Menurut Abu Syahbah

هو المنزل علي الرسول المكتوب في المصاحف المنقول عته نقلا متواترا بلا شهبة .
    II.            Nama-nama lain dari Al-Qur’an dan kandungannya

Terdapat beberapa pendapat mengenai nama bagi Al-Qur’an, antara lain :
1)      Assayuthi dalam buku Al-Itqaan mengemukakan 55 nama.
2)      Abu Hasan Harali mengemukakan lebih dari 90 nama.
3)      DR. Subhi mengatakan mengenai hal ini, bahwa sebagian ulama berlebih-lebihan menghitung nama-nama itu, karena mereka mencampurkan nama dengan sifatnya.
Adapun namanya yang terdapat di dalam Al-Qur’an, antara lain :
`           1.  Al-Furqaan :  Terdapat dalam surat al-furqaan : 1 , yaitu :
تبارك الذي نزل الفرقان على عبده ليكون للعالمين نذيرا. (الفرقان :1)                                                      Artinya : Maha berkah Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan kepada hambanya untuk jadi pemberi peringatan bagi seluruh alam. (QS.Al-Furqaan : 1).
2.      Tibyaanan
3.      Hudan
4.      Busyra
5.      Addzikru
6.      Rahmatan
7.      Ad dzikru[3]

II.                  Kaidah dalam Al-Qur’an
           
Pendapat bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang komplit lagi sempurna dan mencakup segala-galanya termasuk sistem hidup kemasyarakatan manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi modern, timbul dari ayat-ayat Al-Qur’an sendiri yang salah satu penafsirannya dapat membawa pengertian demikian. Di dalam surat Al-Maidah ayat 3 disebutkan bahwa agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW telah disempurnakan Allah SWT. Ayat lain dalam surat al-An’aam mengatakan, suatupun dalam Kitab tidak dilupakan Tuhan. Sedangkan suatu ayat lagi dalam surat Al-Nahl menjelaskan bahwa Kitab diturunkan untuk  segala sesuatu dan petunjuk, rahmat dan berita gembira bagi orang-orang Muslim.
           
Jika diperhatikan kandungan Al-Qur’an sendiri akan terlihat bahwa klasifikasi ayat-ayat dan perincian yang terdapat di dalamnya tidak menyokong pendapat di atas. Dalam Al-Qur’an telah disepakati bahwa 86 dari jumlah 114 surat di dalam Al-Qur’an merupakan surat Makkiyah. Sebagai diketahui ayat-ayat Makkiyah, yang merupakan tiga perempat dari isi Al-Quran pada umumnya mengandung keterangan dan penjelasan tentang keimanan, perbuatan baik serta jahat, pahala bagi orang yang beriman dan berbuat baik, dll. Sedangkan 38 surat merupakan surat Madaniah. Sebahgaimana dijelaskan bahwa Surat Madaniah adalah ayat yang diturunkan di Medinah dan hal yang dibicarakan bersangkutan dengan hidup kemasyarakatan manusia. Karena di periode Madinah lah Islam merupakan negara yang sudah mempunyai daerah, rakyat,pemerintahan angkatan militer dan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Di periode Mekah umat Islam belum sanggup membentuk masyarakat teratur, karena senantiasa mendapat tantangan dan tekanan keras dari golongan pedagang yang memegang kekuasaan di kota itu.
            Menurut perkiraan ahli hanya kurang lebih 500 ayat dari seluruh ayat Al-Quran yeng mengandung ketentuan tentang iman, ibadat dan hidup kemasyarakatan. Tetapi tidak menyebut soal keuangan, perindustrian, pertanian dan sebagainya. Juga tidak dijelaskan sistem perekonomian yang harus dilaksanakan umat Islam. Yang dijelaskan ialah ketentuan yang harus dipatuhi umat Islam dalam mengatur hidup perekonomian. Dengan demikian kurang tepat jika dikatakan bahwa Al-Quran menjelaskan sistem kenegaraan, sistem perekonomian, sistem keuangan, sistem hidup kamasyarakatan, perindustrian, pertanian dan sebagaianya yang harus dilaksanakan umat Islam.
           
Al-Quran tidak banyak membicarakan soal hidup kemasyarakatan manusia karena soal hidup kemsayarakatn manusia lebih banyak diserahkan Tuhan kepada akal manusia untuk mengaturnya. Yang diberikan Tuhan adalah dasar dan patokannya saja. Dengan cara demikianlah timbul sistem pemerintahan Islam, sistem ekonomi Islam, sistem keuangan Islam, masyarakat Islam dan sebagainya.
           
Adapun mengenai ilmu pengetahuan, fenomena natur memamng disinggung oleh ayat-ayat Al-Quran. Yang dikenal dengan nama al-ayat al-kawniah. Pada dasarnya ayat kawniah menganung dorongan pada manusia untuk memperhatikan dan memikirkan alam sekitarnya. Dengan itu manusi akan sampai kepada kesimpulan bahwa kejadian itu tidaklah timbul begitu saja tetapi diciptakan dan digerakkan oleh suatu zat yang berada di balik alam materi ini yaitu Allah Sang Maha Pencipta dan Penggerak alam semesta. Demikian pula hal nya dengan tekhnologi,.[4]

4)      Hal-hal yang terkait dalam Al-qur’an
a.   Wahyu
Menurut bahasa, ialah memberitahukan sesuatu  dengan cara samar dan cepat. Sedangkan menurut istilah, wahyu adalah pemberitahuan Tuhan kepada Nabi-Nya tentang hukum-hukum Tuhan, berita-berita dan cerita-cerita dengan cara yang samar, tetapi meyakinkan kepada Nabi/Rosul yang bersangkutan, bahwa apa yang diterimanya adalah benar-benar dari Allah sendiri.
Penjelasan secara samar dan sekilas tentang penyebutan “Wahyu” itu tidak jauh maknanya dari pengertian bahasa yang ada pada akar kata wahyu dan iihaa (mewahyukan). Diantara maknanya ialah ilham fitriyah (naluriyah) bagi manusia.
“Dan kami wahyukan (ilhamkan) kepada ibu Musa; "Susuilah Dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya Maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, Karena Sesungguhnya kami akan mengembalikannya kepadamu, dan men- jadikannya (salah seorang) dari para rasul”.(al-Qashash:7)
Ada juga makna wahyu yang berupa isyarat dalam bentuk lambang dan petunjuk, yaitu sebagaimana firman Allah mengenai Nabi Zakariya AS.:
   “Maka ia (Nabi Zakariya) keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu mewahyukan (yakni memberi isyarat) kepada mereka: hendaklah kalian bertasbih pagi dan sore”. (Maryam, 11).
Kata “wahyu” juga digunakan oleh penyair, misalnya:
Ia kupandang sekilas sehingga aku terpesona beberapa detik memikirkan keindahan sifatnya. Kepadanya mataku mewahyukan (mengisyaratkan) kecintaanku sehingga wahya ( isyarat) itu membekas pada pipinya.
Bisikan syetan dan rayuannya mengajak manusia berbuat kejahatan pun oleh Al-Qur’an dijelaskan dengan menggunakan lafadz “wahyu”
“Dan Demikianlah kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka saling mewahyukan (membisikkan) kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (al-An’am:112)
Lafadz wahyu juga digunakan untuk menyebut firman Allah yang berupa perintah pada para malaikat supaya mereka melaksanakannya seketika itu juga.
“(ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku bersama kamu, Maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang Telah beriman". (al-Anfaal:12).
  Allah telah menerangkan dalam al-Qur’an tentang cara pemberitahuan yang dikehendaki Tuhan kepada Nabi-Nya.
“Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan Dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.”
Berdasarkan ayat tersebut, maka wahyu itu ada tiga macam :
       1)     Pemberitahuan Tuhan dengan cara ilham tanpa perantaraan.
       2)     Mendengar firman Allah dibalik tabir.
      3)     Penyampaian wahyu Tuhan dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. yang
     didalam al-Qur’an di sebut “al-Ruhul Amin”. Ini ada dua macam yaitu :
a)      Nabi dapat melihat kehadiran Malaikat Jibril a.s., dan dalam hal ini ada dua macam pula, yakni
Pertama : Malaikat Jibril a.s. dilihat dalam bentuknya yang asli, tetapi ini jarang sekali terjadi.
Kedua  : Malaikat Jibril a.s. menjelma sebagai manusia. Dia juga pernah menjelma sebagi seorang laki-laki bernama Dahyah bin Khalifah.
b)      Nabi tak melihat Malaikat Jibril ketika menerima wahyu, tetapi beliau mendengar pada waktu kedatangan malaikat itu suaranya seperti suara lebah atau gemerincingbel

b. Perbedaan al-Qur’an dengan Hadits dan Hadits Qudsi
          wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad itu ada dua macam, al-Qur’an dan Hadits-hadits Nabi.
          Adapun perbedaan antara ketiganya adalah sebagai berikut :
a). Perbedaan antara al-Qur’an dengan Hadits
Al – Qur’an
Hadist
Hadist qudsi
1)Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa dan maknanya dariAllah
1)Hadits diturunkan dengan maknanya saja dari Allah, sedangkan lafdznya dari Nabi.
1)  Hadist qudsi adalah sesuatu yang di kehendaki allah untuk disampaikan dengan jalan melalui ilham atau mimpi.
2)Al-Qur’an tidak boleh diriwayatkan dengan maknanya saja, sebab dapat mengurangi atau menghilangkan mukjizat al-Qur’an sendiri.
2)Hadits boleh diriwayatkan  dengan maksudnya saja. Sebab yang terpenting dalam
2)   hadits qudsi adalah penyampaian maksudnya.
3)Al-Qur’an, baik lafadz maupun maknanya merupakan mukjizat.
3)Hadits bukan merupakan mukjizat.
3). Hadist qudsi sama seperti hadist biasa yakni bukan mukjizat.
4)Al-Qur’an diperintahkan untuk dibaca, baik pada waktu sholat atau diluar sholat sebagai ibadah, baik orang yang membacanya itu mengerti maksudnya atau tidak.
4) Hadits tidak diperintahkan untuk dibaca sebagai ibadah. Yang terpenting dalam hadits adalah untuk dipahami, dihayati, dan diamalkan.
4). Hadist qudsi sama seperti hadist biasa yakni tidak di perintahkan di baca sebagai ibadah tapi untuk di pahami , di hayati dan di amalkan.
5)Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi dalam keadaan sadar.
5)Hadits diturunkan dengan bermacam-macam cara, sebagaimana diterangkan dalam surat al-Syura: 51


c. I’jazul Qur’an
Mukjizat, menurut imam As-Suyuti dalam bukunya al- Itqan Fi Ulumil Qur’an adalah sesuatu di luar kebiasaan yang disertai dengan adanya tantangan. Sedangkan menurut Dr. Muhammad Quraish Shihab, sesuatu dinamakan mukjizat apabila memenuhi empat unsyur, yaitu :
1)      Suatu hal yang ada diluar kebiasaan.
2)      Nampak pada diri seorang Nabi.
3)     Disertai dengan adanya tantangan.
4)      Sesuatu yang tidak sanggup ditantang orang.
      Mukjizat al-Qur’an dapat dilihat dari dua segi :
1.      Dari segi bahasa, ulama sepakat bahwa al-Qur’an memiliki  uslub (gaya bahasa) yang tinggi, fasahah (ungkapan kata yang jelas), dan balaghah (kepasihan lidah) yang dapat mempengaruhi jiwa pembacanya dan yang mendengarkannya yang mempunyai rasa bahasa arab yang tinggi.
Selain dari pada itu, al-Qur’an, dimana orang arab lumpuh untuk menandinginya itu, sebenarnya tidak keluar dari aturan-aturan kalam mereka, baik lafazd, huruf maupun redaksinya. Tetapi al-Qur’an memiliki jalinan huruf-huruf yang serasi, ungkapannya indah, redaksinya simpatik, ayat-ayatnya teratur, serta memperhatikan situasi dan kondisi dalam berbagai macam bayannya, baik dalam jumlah ismiyah dan fi’liyahnya, dalam nafi’ dan isbatnya, dalam dzikr dan hadzfnya dalam tankir dan ta’rifnya, dalam taqdim dan takhirnya, dalam ithnab dan ijaznya, dalam umum dan khususnya, dalam mantuq dan mafhumnya, dalam nash dan fahwanya maupun dalam hal lainnya.
2.      Dari segi kandungan isi, mukjizat al-Qur’an dapat dilihat dari tiga aspek :
a.       Merupakan isyarat ilmiah.
b.      Merupakan sumber hukum.
c.       Menerangkan suatu ibrah (teladan) dan kabar gaib, baik yang terjadi pada masa lalu, sekarang maupun yang akan datang.
d. Mutawattir
          Al-Qur’an adalah yang telah dinukilkan secara mutawattir dari generasi ke generasi hingga terjaga keabsahan dan kemurniannya. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah saw: "Sesungguhnya Kamilah yang telah menurunkan Zikr[Al-Qur'an] dan Kami pula yang senantiasa menjaganya.
Mutawatir menurut bahasa berasal dari kata al-Witr alias yang bersambung, dan menurut istilah fiqih Mutawatir adalah : hal yang dinukilkan dari sekelompok /generasi ke kelompok/ generasi lain yang tidak ada kemungkinan kerjasama antara mereka untuk menukilkan suatu kebohongan atau pendustaan. Hal-hal yang berasal dari sumber mutawatir merupakan hal yang telah terjamin keabsahan dan kemurniannya.
Macam-macam mutawatir adalah:
(a) mutawatir dari Sejak diterima oleh rasulullah saw hingga menyampaikannya tanpa melebihi ataupun mengurangi dari padanya
(b) mutawatir secara tilawahnya, alias dari sejak para sahabat menerima tilawahnya dari rasulullah saw ketika menyampaikannya hingga saat ini dinukilkan dari generasi ke generasi tanpa melebihi ataupun mengurangi
(c) qur'an diturunkan dengan 7 macam qira'at yang telah disampaikan rasulullah saw langsung dengan ketujuh macam qira'at tersebut kepada 7 tujuh tempat dimana masing-masing memiliki penyebutan huruf yang sedikit berbeda dengan tempat lain.hal demikian sebagaimana diterangkan oleh rasulullah saw yaitu untuk memudahkan bagi hamba-hambaNya dalam tilawah
(d) mutawatir dalam penukilannya sejak masa rasulullah saw hingga dibukukan dalam satu mushaf yang kita kenal sekarang ini.
Hal-hal yang memudahkan kelangsungan dan mutawatirnya al-qur'an yaitu:
1. Al-qur'an diturunkan secara berangsur-angsur hingga memudahkan dalam proses pembukuannya
2. Wahyu yang diterima oleh rasulullah langsung disampaikkannya kepada sahabatnya yang sedang berada dimajlis bersamanya. Hal demikian memudahkan dalam penghapalan secara lisan
3. Pengulangan al-qur'an yang dilakukan oleh rasulullah setiap tahunnya bersama malaikat jibril yaitu tepatnya pada bulan ramadhan. Bahkan pada tahun kewafatan rasulullah saw beliau mengulang hapalannya bersama malaikat jibril dua kali bukan sekali sebagaimana biasanya.
e. Bernilai ibadah
          Membaca al-qur’an didalam ajaran islam dinilai sebagai ibadah, orang yang membacanya dijanjikan pahala oleh Allah.
          Adapun pahala orang yang membaca al-Qur’an itu berbeda-beda. Menurut Ali bin Abu Thalib, pahala orang yang membaca al-Qur’an didalam salat adalah 50 kebajikan untuk tiap-tiap hurufnya, 25 kebajikan untuk tiap-tiap huruf yang dibaca ketika sedang shalat tetapi, dalam keadaan suci (mempunyai wudhu), mendapat 10 kebajikan untuk tiap-tiap huruf yang dibaca diluar solat dan tidak mempunyai wudhu.
          Pahala tidak hanya diberikan kepada orang yang membacanya saja, namun bagi orang yang mendengarkannya pun mendapatkan pahala di sisi Allah. Bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa pahala yang di terima oleh orang yang mendengarkan itu sama dengan pahala orang yang membacanya.[5]







C.KESIMPULAN
Definisi Al-Qur’an adalah: Kalam Allah yang diturunkan kepada nabinya, Muhammad,yang lafadz-lafadznya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, yang diturunkan secara mutawatir, dan yang di tulis pada mushaf, mulai dari awal surat Al-Fatihah sampai akhir surat An-Nas.
Dr. Subhi mengatakan, bahwa sebagian ulama berlebih-lebihan menghitung nama-nama itu, karena mereka mencampurkan nama dengan sifatnya. Kandungan Al-Qur’an sendiri akan terlihat bahwa klasifikasi ayat-ayat dan perincian yang terdapat di dalamnya tidak menyokong pendapat di atas. Dalam Al-Qur’an telah disepakati bahwa 86 dari jumlah 114 surat di dalam Al-Qur’an merupakan surat Makkiyah. Sebagai diketahui ayat-ayat Makkiyah, yang merupakan tiga perempat dari isi Al-Quran pada umumnya mengandung keterangan dan penjelasan tentang keimanan, perbuatan baik serta jahat, pahala bagi orang yang beriman dan berbuat baik. Hal-hal yang terkait dalam Al-qur’an : wahyu, Perbedaan al-Qur’an dengan Hadits dan Hadits Qudsi, I’jazul Qur’an, Mutawattir, dan Bernilai ibadah.

D.PENUTUP
Demikian makalah kami, dengan harpan dapat bermanfaat bagi semua pihak. Kami sadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran serta masukan yang membangun senantiasa kami harapkan dan semoga kita bisa mengambil hikmah dan pembelajaran kali ini. Amin.














E.DAFTAR PUSTAKA
Anwar Rosihon, Ulum Al-Quran. Bandung: CV Pustaka Setia, 2013.
Gufron Muhammad dkk, Ulumul Qur’an, Yogyakarta : Sukses Offset, 2013.
Syadali Ahmad, Ulumul Qur’an, Bandung : CV Pustaka Setia, 2000.
























[1] Rosihon Anwa, Ulu m Al-Qur’an, (Bandung: cv pustaka setia, 2013.), hlm. 31-32.[1][1] Muhamm bin Muhammad Abu Syahbah, Al-Madkhal li Dirasat Al-Qur’an Al-Karim, Maktabah As-sunnah, Kairo, 1992, hlm. 20.

[2][2] Muhamm bin Muhammad Abu Syahbah, Al-Madkhal li Dirasat Al-Qur’an Al-Karim, Maktabah As-sunnah, Kairo, 1992, hlm. 20.
[3] Mohammad Gufron dkk
[4] Ahmad Syadali, Ulumul Qur’an, (Bandung : CV. Pustaka setia.2000).hlm.15.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar